Pengikut

Minggu, 06 Oktober 2019

Ciung Wanara dan Kabayan Adu Drama

Ciung Wanara adalah cerita rakyat Sunda yang sangat terkenal. Cerita Ciung Wanara tidak populer di daerah Jawa Barat saja, tapi juga sudah tersebar ke seluruh Nusantara. Cerita Rakyat Ciung Wanara memiliki kemiripan dengan cerita rakyat Jawa Timur yang berjudul Cindelaras.

Kali ini saya menceritakan legenda Ciung Wanara dalam versi improvisasi cerita rakyat sesuai syarat dan ketentuan challenge pekan empat dari ODOP(One Day One Post). Jadi, aku merombak sedikit akhir cerita dan membumbuinya dengan ingatan-ingatan yang aku punya.

Selamat membaca.



Dulu kerajaan Galuh berdiri di pulau Jawa, ibukotanya dekat Ciamis. Luasnya terbentang dari ujung kulon sampai ujung Galuh yang sekarang adalah muara dari sungai Brantas di dekat Surabaya. Kerajaan Galuh dipimpin oleh raja bijaksana bernama Prabu Permana Di Kusuma.

Waktu itu raja Prabu Permana memiliki dua istri. Istri pertama Dewi Naganingrum dan yang kedua Dewi Pangrenyep. Sang Prabu sangat menginginkan kehadiran seorang anak sebagai hak waris nanti, tapi kedua istrinya itu belum juga dikaruniai seorang bayi. Akhirnya didesak hasrat tersebut, Prabu Permana pun menyerahkan kerajaan kepada menteri yang dipercayainya bernama Aria Kebonan untuk sementara waktu sampai beliau kembali dari pertapaannya.

"Aku akan membuatmu jadi raja selama aku pergi bermeditasi. Kamu akan menjadi raja dan memerintah dengan benar. Kamu tidak kuperintahkan untuk tidur dengan kedua istriku, Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganingrum."

Aria Kebonan menyetujuinya, karena dia juga sangat ingin menjadi raja yang dilayani banyak orang.

"Aku akan mengubah penampilanmu dan mengganti namamu menjadi Prabu Barma Wijaya. Beritahu orang-orang bahwa raja telah muda kembali dan aku akan pergi ke suatu tempat rahasia. Dengan demikian kamu akan menjadi raja."

Setelah mengatakan itu, Prabu Permana pergi ke tempat yang dituju dan meninggalkan kepercayaan kepada semua orang bahwa Prabu Barma Wijaya adalah raja Prabu Pernama yang sepuluh tahun lebih muda.

Tapi hanya satu orang yang tidak mempercayainya, Uwa Batara Lengser yang mengetahui perjanjian raja dengan menteri Aria, berhasil dipermalukan oleh Prabu Barma Wijaya alias menteri Aria itu sendiri. Kedua istri raja pula diperlakukan kasar hingga pada suatu malam kedua istri tersebut mimpi kejatuhan bulan ke pangkuan mereka. Konon, katanya mimpi itu mengandung arti bahwa wanita tersebut akan hamil. Prabu Barma kaget, karena ia sama sekali tidak pernah menyentuh para istri raja.

Uwa Batara dipanggil agar menghampiri dan mengusulkan untuk mengundang petapa baru yang bernama Ajar Sukaresi, yang tidak lain sang Prabu Permana Di Kusuma untuk menjelaskan maksud mimpi kedua istri raja tersebut.

Setelah petapa datang dan menjelaskan bahwa kedua istri tersebut memang akan mengandung, Prabu Barma sangat marah dan menghunuskan keris ke dada si petapa. Awalnya keris itu bengkok, tapi si petapa berkata, "Apakah kau berkehendak aku mati? Baiklah bila begitu aku akan mati."

Dan kemudian petapa itu jatuh. Prabu Barma menendangnya jauh sampai ke hutan di mana ia menjelma menjadi naga besar bernama Nagawiru.

Sedangkan di keraton, kedua istri raja hamil. Dewi Pangrenyep melahirkan terlebih dahulu. Ia melahirkan seorang bayi laki-laki yang lucu dan tampan diberi nama Hariang Banga. Tidak lama Dewi Naganingrum pun akan melahirkan. Dewi Pangrenyep bergegas untuk membantunya. Dewi Naganingrum melahirkan seorang bayi laki-laki yang tidak kalah lucu dan tampan dari kakaknya Hariang Banga.

Namun, di balik kesediaannya menolong persalinan Dewi Naganingrum, ternyata Dewi Pangrenyep ada maksud lain. Selain karena iri hati menjadi pesaingnya, ia juga mendapat perintah dari Prabu Barma yang mengkhawatirkan sesuatu bakal terjadi dari bayi yang dilahirkan Dewi Naganingrum yang beberapa hari ke belakang mendatangi mimpinya sambil berkata, "Barma Wijaya, kamu telah melupakan janjimu. Semakin banyak kamu melakukan hal-hal kejam, maka semakin pendek kekuasaanmu."

Tanpa sepengetahuan siapapun, bayi laki-laki yang baru saja dilahirkan Dewi Naganingrum ditukar dengan seekor anak anjing. Bayi yang sebenarnya dimasukan ke dalam sebuah keranda emas. Dewi Pangrenyep pula meletakan sebutir telur ayam. Ia pun segera menghayutkan bayi tersebut ke aliran sungai Citanduy.

Kerajaan dibuat heboh atas ratu yang melahirkan anak anjing. Kabar yang sangat mengejutkan menggemparkan seluruh isi keraton dan rakyat. Akhirnya, Prabu Barma menyuruh Uwa Batara untuk membuang Dewi Naganingrum ke dalam hutan dan membunuhnya dengan alibi bahwa Dewi Naganingrum telah melahirkan anak anjing dan menyebabkan aib pada kerajaan.

Dalam perjalanan ke hutan, Uwa Batara berpikir untuk menyelamatkan Dewi Naganingrum. Ia yakin kejadian yang menimpa Dewi Naganingrum adalah suatu kebohongan. Namun, dirinya tidak mempunyai bukti untuk membantu Dewi Naganingrum. Uwa Batara membawa Dewi Naganingrum masuk ke dalam hutan belantara lalu membuatkan sebuah gubuk untuk tempat tinggal Dewi Naganingrum dan terpaksa meninggalkannya seorang diri.

Sementara, Dewi Naganingrum sangat berharap suatu hari nanti ia dapat bertemu dengan Putra kandungnya. Ia pun berharap dapat kembali ke keraton dan hidup bahagia bersama keluarganya.

Uwa Batara Lengser segera kembali ke keraton. Ia menghadap Prabu Barma melaporkan bahwa tugas membunuh Dewi Naganingrum sudah dilaksanakan dengan baik. Untuk membuktikannya, ia membasahi senjatanya dengan darah binatang buruan yang ia temui di dalam hutan.

Sementara di pertemuan (patimuan) antara sungai Citanduy dan sungai Citarum terdapat sepasang suami istri yang sering memasang bubu keramba dari bambu untuk memerangkap ikan. Setiap pagi mereka rutin memeriksanya dan kali ini betapa terkejutnya mereka setelah melihat bukan ikan yang didapat, melainkan keranda emas tersangkut pada bubu keramba tersebut.

"Nyi Iteng, akang sudah lelah. Bukannya ikan yang dimakan, ini malah keranda yang datang."

Dia adalah Kabayan dan istrinya bernama Iteng. Mereka berdua telah lama tinggal di daerah tersebut, karena tanah di sana adalah warisan dari nenek buyutnya secara turun-temurun.

"Sabar kang, buka dulu atuh, jangan-jangan itu peti harta karun." imbuh Iteng.

"Halah.. sok tahu pisan nyi Iteng mah."

Setelah Kabayan memutuskan untuk mengambil keranda dengan susah payah, Kabayan segera membuka keranjang tersebut untuk melihat apa isi yang membuat dirinya dan Iteng penasaran. Namun, mereka kembali dikejutkan dengan kehadiran seorang bayi laki-laki yang sangat lucu dan tampan. Mereka saling pandang dan tersenyum kemudian. Tidak ada kata yang terungkap untuk mengekspresikan rasa bahagia mereka saat ini, keduanya hanya memperbanyak ucapan syukur sembari membawa bayi itu pulang.

Sedangkan satu butir telur ayam yang berada di samping bayi laki-laki tersebut disimpannya untuk kemudian diserahkan kepada seekor naga yang bernama Nagawiru di gunung Padang untuk dierami. Naga tersebut bukanlah Naga sembarangan. Nagawiru adalah makhluk jelmaan dari Prabu Permana Di Kusuma, raja Galuh yang dibunuh oleh Prabu Barma.

Waktu tanpa terasa terus berjalan, bayi laki-laki itu tumbuh menjadi anak remaja yang sangat tampan, cerdas, gagah dan pemberani. Kabayan dan Iteng setuju memberikan nama anak itu Ciung Wanara. Kesepakatan yang mufakat setelah memperhatikan banyak burung Ciung dan monyet Wanara di sekitar mereka.

Ciung Wanara hidup bersama Kabayan dan Iteng dengan menimba ilmu bela diri pencak silat dan bermain dengan ayam jago penuh gaya. Tak lupa sajian komedi selalu mereka hidangkan sebagai pelengkap hidup mereka.

"Nyi Iteng!" panggil Kabayan. "Akang berpikir ini waktu yang tepat untuk Ciung Wanara menerima kenyataan sebenarnya."

"Kenyataan apa atuh akang? Jangan sok drama Korea ah! Nyi Iteng mah gak suka."

"Yehh ai sia!! Nanaonan drama-drama kawas wanoja nu miharep cinta." Kabayan menghampiri Iteng yang mengerucutkan bibir karena tak suka akan perkataannya. "Ingat takdir nyai, mau bagaimana juga si Ciung Wanara itu tetap bukan anak kita."

"Tapi kang.. Nyai terlanjur sayang sama Ciung Wanara. Gak rela jika harus melepas begitu saja."

Kabayan dan Iteng saling pandang merasa iba. "Sudahlah nyai.. ini jalan terbaik dan kita memang harus mengakui bahwa Ciung Wanara bukan anak kita."

"APA?!"

Ciung Wanara tiba-tiba datang bersama pasukannya. Ada burung, monyet dan juga ayam jago yang ia pelihara. "Jadi selama ini aku bukan anak emak dan bapak? Lalu aku ini anak siapa?"

Ciung Wanara merana. Kabayan dan Iteng pun sama. Sepasang suami istri itu pun memeluk Ciung Wanara dan mengusap pelan rambutnya.

"Ganteng, soleh, anak kesayangan emak dan bapak. Sekarang kamu sudah gede, jadi harus kembali ke tempat asalmu."

"Ke mana?" tanya Ciung Wanara bingung.

"Kerajaan Galuh."

Nagawiru telah bercerita ketika Kabayan dan Iteng mengambil ayam yang telah dieraminya. Nagawiru berkata, "Sampaikanlah ayam ini untuk sang pemberani. Dia adalah turunan bangsawan dan harus dikembalikan saat umurnya genap belas tahunan. Kalian kuperintahkan seperti itu agar Prabu Barma tak lagi menyiksa rakyat biasa."

Setibanya di kerajaan Galuh. Ciung Wanara, Kabayan dan Iteng bertemu dengan dua orang Patih yang bernama Purawesi dan Puragading. Kedua Patih tersebut tertarik dengan Ciung Wanara, karena ia membawa seekor ayam jantan. Kedua Patih tersebut menghampiri dan mengajaknya untuk adu pantun. Ciung Wanara menerima tantangan dari kedua Patih tersebut. Pertandingan sambung pantun terjadi saat itu juga dan nasib baik berpihak kepada Ciung Wanara. Ia berhasil memenangkan pertandingannya.

Kemenangan Ciung Wanara langsung tersebar ke kerajaan. Kemenangan itu terdengar oleh raja Prabu Barma, bahwa ada seorang pemuda tampan memiliki seekor ayam jantan yang sangat tangguh. Ciung Wanara pun datang ke keraton untuk bertemu dengan raja.

"Selamat datang di kerajaanku anak muda! Siapa namamu dan dari mana asalmu?"

"Ciung Wanara dari toko sebelah." jawabnya lantang.

"Apa maksud kedatanganmu kemari?"

"Begini, raja. Saya mempunyai seekor ayam yang aneh. Induknya mengandung selama setahun. Sarangnya sebuah kandaga. Lebih aneh lagi, sebelum menetas telur ini pernah hanyut di sungai." jelas Ciung Wanara.

Raja langsung teringat pada Dewi Naganingrum yang mengandung selama setahun, sedangkan Dewi Pangrenyep sudah mengira bahwa yang sekarang berada di hadapannya adalah putra dari Naganingrum.

"Kau berniat untuk menyambung Ayam dengan milikku? Apa taruhannya?" tanya Prabu Barma.

"Tidak. Saya ingin beradu matematika dengan anda. Jika saya kalah, saya menyerahkan segenap jiwa raga. Tapi jika tuan yang kalah, saya ingin memasukan anda bersama istri anda ke dalam penjara istana dan saya juga menginginkan separuh dari kerajaan Galuh." tawar Ciung Wanara.

Karena Prabu Barma merasa yakin otaknya lebih pintar dari anak zaman sekarang, tanpa basa-basi ia langsung menerima taruhan Ciung Wanara.

Olimpiade matematika pun berlangsung sengit. Awalnya Ciung Wanara kalah satu poin, namun tiba-tiba pikirannya kencang, segar dan kuat kembali. Akhirnya dengan mudah ia bisa mengalahkan raja yang tersedak biji salak. Ciung Wanara kembali memenangkan pertandingan.

Sesuai dengan perjanjian Ciung Wanara mendapat separuh kerajaan bagian Barat, sedangkan sebelah timur oleh Prabu Barma diserahkan kepada Hariang Banga.

Tak lama, kejahatan Prabu Barma dan Dewi Pangrenyep mulai terkoar dan mereka berhasil ditangkap sebelum liar ke hutan belukar.

Uwa Batara Lengser menghampiri Ciung Wanara, memberikan piala lalu memberitahu bahwa ibu kandungnya masih hidup dan diasingkan dalam hutan, sementara bapak kandungnya menjelma menjadi seekor naga. Ciung Wanara sangat bahagia mendengar hal itu. Ia segera menjemput ibu dan bapak aslinya di hutan belantara.

Di sisi lain Prabu Hariang Banga kecewa ketika mengetahui kalau ibunda tercinta telah ditangkap oleh tentara Prabu Ciung Wanara dan dijebloskan ke dalam penjara. Pertarungan antara dua orang adik kakak beda ibu itupun tak dapat terelakan lagi. Pertarungan sengit terus terjadi dan Hariang Banga harus berlaku satria dia kalah terdesak oleh adiknya Ciung Wanara.

Setelah pertarungan itu kerajaan Galuh benar benar terbagi menjadi dua. Kerajaan Galuh terbagi dua, karena dalam pertarungan Ciung Wanara telah melempar tubuh Hariang Banga ke tepian sungai Brebes.

Dari sanalah sungai itu disebut Cipamali. Asal muasalnya karena pertempuran saudara itu dilarang dalam aturan hingga menimbulkan kata larangan atau dalam bahasa Sunda disebut "pamali".

Akhirnya, Ciung Wanara, Nagawiru, Dewi Naganingrum, dan Kabayan serta Iteng bahagia dalam kerajaan baru bernama Galuh Pakuan Pajajaran.

Tamat.

Legenda Ciung Wanara ini menyiratkan sebuah nasehat bahwa perbuatan buruk akan mendapatkan balasan keburukan pula di masa depan. Maka selalu berlaku baik agar kebaikan pula yang nanti kamu petik di masa yang akan datang.

Note : Kalau kalian membaca legenda ini menggunakan bahasa daerah aslinya, aku yakin kalian akan merasakan kekentalan budaya dan kita seolah-olah masuk ke dalam legenda tersebut. Aku berani berkata seperti itu karena aku orang Sunda asli. Jadi betul, menurutku sebuah legenda, budaya, bahasa serta adat istiadat dari berbagai daerah Indonesia yang tersebar di seluruh nusantara memang patut kita jaga. Kenapa? Hei, tidak semua negara memiliki aneka ragam yang kaya seperti kita, bukan? Sudah sepatutnya kita menjaga, melestarikan, serta memperkenalkan betapa berharganya peninggalan sejarah yang kita punya.

Oh iya, jika kalian berkunjung ke daerah Ciamis, jangan lupa datang ke Karang Kamulyan ya!! Ditunggu 😊

5 komentar:

  1. kenapa aku susah paham ya :(

    BalasHapus
  2. Mirip2 cerita apaa gitu ya. Dulu pernah baca, hehe. Sabung ayam sama rajanya, demi mengembalikan hak si anak. Ternyata emg cerita rakyat kita luas sangat

    BalasHapus
  3. Versi lain Ciung Wanara di banyimas adalah Kamandaka kak...bagus ceritanya. Bumbu komedinya dapet..apalagi Nyai udah terlanjur sayang...hehehe

    BalasHapus

Ulasan Cerpen Cerita Remaja

ULASAN CERPEN Titik Buta karya Mgal Orientasi Cerpen yang berjudul Titik Buta ini adalah sebuah karya dari MGal dan berhasil tembus...